Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era globalisasi ini. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.
Guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar. Guru-guru ini diharapkan dan dikualifikasikan untuk mengajar di kelas yang besar dan bertindak sebagai pimpinan bagi para anggota staf lainnya dalam membantu persiapan akademis sesuai dengan minatnya.
Oemar (2006:27-28) memaparkan bahwa guru-guru yang profesional bertugas antara lain:
1. bertindak sebagai model bagi para anggota lainnya;
2. merangasang pemikiran dan tindakan;
3. memimpin perencanaan dalam mata pelajaran atau daerah pelajaran tertentu;
4. memberikan nasihat kepada executive teacher sesuai dengan kebutuhan tim;
5. membina/memelihara literatur-literatur profesional dalam daerah pelajarannya;
6. bertindak atau memberikan pelayanan sebagai manusia sumber dalam daerah pelajaran tertentu dengan referensi pada in-service, training dan pengembangan kurikulum.
Bahasa Indonesia Memerlukan Pembinaan
Sudah sejak beberapa lama timbul keluh kesah di sana-sisni di antara beberapa orang ahli dan guru pengajar Bahasa Indonesia tentang betapa semakin rusaknya pemakaian bahasa Indonesia dewasa ini. Bermacam-macam sorotan telah dilakukan ada yang menyoroti dari sudut membanjirinya pemakaina kata-kata asing yang rupanya tidak terbendung lagi. Ada lagi yang menyorotinya dari sudut membanjirnya akronim-akronim yang tidak terkontrol lagi. Pemakaian kalimat yang rancu dan berkepanjangan juga menjadi bahan sorotan. Sorotan itu terutama datang dari para guru.
Sorotan itu memang tidak salah. Kenyataan telah membuktikan hal itu. Kebanyakan lulusan SMP dan SMA belum bisa berbahasa Indonesia dengan benar. Mereka berbicara dengan bahasa gado-gado. Boleh jadi sulit ditentukan mereka berbahasa Indonesia yang kejawa-jawaan atau berbahasa jawa yang keindonesia-indonesiaan sebab di dalamnya terjadi pencampur-adukan kata-kata kedua bahasa ini. Apakah ini yang dinamakan integrasi bahasa Indonesia dengan bahasa daerah seperti yang dinyatakan Sunardi dalam Kunardi yang katanya bukan merupakan persoalan yang pelik. Pada hemat penulis kenyataan demikian bagaimanapun yang pelik, bahkan amat pelik.(2005:23).
Sebagai pusat perhatian sekolah sekolah harus menjadi Pembina utama. Selanjutnya, masyarakat harus berkiblat pada sekolah. Masyarakat harus belajar dari sekolah. Keberhasilan sekolah di dalam mengelola pendidikan diharapkan akan berpengaruh pada pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan bahasa.
Komunikasi antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah dapat diciptakan dan diselenggarakan melalui penerbitan brosur-brosur, majalah-majalah, dan buku-buku. Pembinaan pemakaian bahasa Indonesia melalui radio dan televisi bisa lebih ditingkatkan. Pemakaian bahasa Indonesia baku ragam lisan maupun tulis hendaknya menjadi topik utama. Ada baiknya pula jika semua surat kabar membuka rubrik “Pembinaan Bahasa Indonesia”.
Pembinaan Bahasa Indonesia Dimulai dari Sekolah
Apabila guru melakukan perbuatan negatif, maka murid-muridnya akan lebih-lebih lagi melakukan perbuatan negatif itu. Guru selalu menjadi model, karena itu guru harus berkata dan bertindak benar serta bertingkah laku benar. Demikian juga halnya dengan pengguanaan bahasa Indonesia di dalam pengajaran. Guru, terutama guru bahasa Indonesia sudah selayaknya selalu berbahasa yang benar. Ia harus memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik kepada murid-muridnya. Bahasa Indonesia yang benar tentulah menurut standar dan ukuran yang berlaku sesuai dengan kaidah-kaidah sebagai tercantum di dalam tata bahasa. Bahasa guru mestinya bukanlah bahasa yang penuh dengan kata-kata asing dan atau kata-kata daerah yang sulit dipahami murid. Bahasa guru bukanlah bahasa dialek, bukan pula bahasa Koran/surat kabar.
Pokoknya guru bahasa selalu berhati-hati di dalam berbahasa Indonesia sebab apa yang dikatakannya bagi murid adalah sesuatu yang benar, demikian juga dengan cara berbicaranya adalah cara mengatakan yang benar. Inilah yang akan selalu diperhatikan murid untuk kemudian ditirunya.
Pada dewasa hal-hal demikian itu kurang disadari dan kurang mendapat perhatian rekan-rekan guru. Biasanya yang sedang bersemangat dan berapi-api mengajar, mereka lupa bahasa yang digunakannya. Tidak jarang dijumpai pemakaian kalimat yang salah. Kalimat-kalimat yang salah ini dapat dijeniskan sebagai berikut:
a. Kalimat yang mengandung kata-kata bahasa jawa;
b. Kalimat yang salah strukturnya; dan
c. Kalimat yang menggunakan kata-kata yang tidak tepat.
Di fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) mestinya mata kuliah Bahasa Indonesia merupakan mata kuliah yang penting dan menentukan. Di PGSD dan FKIP sebagai lembaga yang mempersiapkan mahasiswa-mahasiswanya menjadi guru SD dan SMP/SMA. Mata kuliah Bahasa Indonesia (terutama untuk penguasaan aktif/praktis) seharusnya menjadi mata kuliah utama/wajib, bukan sebagai mata kuliah tambahan.
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru Bahasa Indonesia
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Memang untuk mempersiapkan calon-calon guru yang mampu berbahasa Indonesia itu haruslah disediakan tenaga pengajar/dosen yang betul-betul cakap di dalam bidangnya. Kesalahan di dalam menggunakan bahasa Indonesia tentulah tidak boleh dibiarkan berlarut-larut bahasa Indonesia akan digunakan secara serampangan oleh anak-anak Indonesia.
Pembinaan bahasa Indonesia memang harus dimulai di sekolah. Pembinaan itu tidak akan mencapai hasil kalau tenaga pembinanya tidak mempunyai kemampuan. Untuk mencapai tujuan itu, adapun dapat ditempuh cara sebagai berikut:
a. Di tiap sekolah diadakan penataran atau diskusi tentang penggunaan bahasa Indonesia, yang harus diikuti oleh semua guru. Penyelenggaraan dilakukan oleh guru-guru Bahasa Indonesia.
b. Di sekolah-sekolah guru (PGSD dan FKIP) harus diberikan pelajaran/kuliah khusus kemampuan Bahasa Indonesia, yang diampu pleh guru-guru/dosen-dosen yang cakap dan berpengalaman.
Daftar Pustaka
Dede Mohamad Riva. 2008. “Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru”. http://beta.pikiran-rakyat.com. (diakses 05 Juni 2008).
Daniel M. Rosyid. 2007.” Tantangan Membangun Guru Profesional”. http://kpicenter.web.id.(diakses 05 Juni 2008).
Anonim. 2008. “Pengembangan Profesionalisme Guru”. http://mgmpkimia.wordpress.com. (diakses 05 Juni 2008).
Angelinasondakh. 2008. “Profesionalisme Guru Sebagai Sebuah Kebutuhan”. www.angelinasondakh.com/Articles/Education/.(diakses 05 Juni 2008).
Oemar Hamalik. 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Kunardi Hardjoprawiro. 2005. Pembinaan Pemakaian Bahasa Indonesia. Surakarta: UPT MKU UNS dan UNS Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar