Kamis, 12 Juni 2008

my narsizzzz




waxaxaxaxax
temen-temen ku yang pada narsizzzz
ini pas acara bulan khairil itu lho penyair terkenal tepatnya bulan april.















ini juga waktu jadi panitia seminar perpustakaan,
emang sih ni acara adalah seminar tersingkat men..........
cuma 3 jam doang. bayangpun... eh salah bayangin aja.
tapi kita cukup puas kok coz dengan ngadain acara ini kita jadi lebih akrab n kompaks



hehehehehe ini foto gw yang narsis bareng temen dari kiri auriga, aa ferry, n aku pastinya paling imut ndiri. hik..hiks...hiks...

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN INDONESIA

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi memaksa banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas territorial geografis, tetapi juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut terhadap intrusi globalisasi. Globalisasi bisa dianggap sebagai penyebaran dan intensifikasi dari hubungan ekonomi, sosial, dan kultural yang menembus sekat-sekat geografis ruang dan waktu. Dengan demikian, globalisasi hampir melingkupi semua hal; ia berkaitan dengan ekonomi, politik, kemajuan teknologi, informasi, komunikasi, transportasi, dll.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Perumusan masalah tersebut :

  1. Bagaimana memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan?
  2. Siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi?
  3. Apa kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan mengenai tujuan penulisan makalah ini adalah :

  1. Untuk memahami globalisasi dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan.
  2. Untuk mengetahui siapkah dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi.
  3. Untuk mengetahui kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Globalisasi

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.

Anggapan atau jalan pikiran di atas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna. John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi. Naisbitt (1988) mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu semakin kita menjadi universal, tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global. Hal ini dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional.

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias.

Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

B. Globalisasi dan Pendidikan

Banyak orang yang mempertanyakan tentang kontradiksi antara pendidikan, globalisasi dan keuntungan. Tak jarang banyak orang beragumentasi bahwa dunia pendidikan adalah untuk anak-anak dan bukan untuk menjadi lahan meraih keuntungan. Pertanyaan yang lebih ektrim adalah, apakah dalam situasi globalisasi masihkan dunia pendidikan tersedia dan menguntungkan kelompok miskin. Kian mahalnya ongkos mengenyam bangku sekolah membuat hanya segelintir anak-anak yang mampu mengenyamnya.

James Tooley, PhD mengatakan bahwa pilihan, kompetisi, dan kewiraswastaan yang bergerak di pasar pendidikan di seluruh dunia telah menumbuhkan kerangka pendidikan yang terbaik, bahkan bagi kaum miskin(2005). Ia memberikan contoh program pendidikan yang dijalankan oleh Oxfam di Lahore, Pakistan, yang mampu menunjukkan bahwa anggapan bahwa sekolah-sekolah swasta melayani kebutuhan sejumlah kecil orang kaya adalah suatu asumsi yang keliru. Persaingan yang terjadi antar sekolah-sekolah swasta tersebut bukan hanya ditataran biaya semata namun juga pada kurikulum sekolah. Sekolah-sekolah swasta tersebut bahkan telah menjangkau wilayah-wilayah kumuh yang semula enggan didatangi oleh sekolah pemerintah, seperti apa yang terjadi di India. Hanya saja, pemerintah acapkali tidak mengakui keberadaan sekolah-sekolah swasta ini.

Dalam perkembangannya bahkan banyak orang tua murid yang lebih senang menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dari pada sekolah pemerintah, meskipun dengan biaya gratis. Seperti yang acapkali ditemukan di India, banyak sekolah-sekolah negeri telah kehilangan kualitas yang signifikan. Bukan saja fasilitas fisik sekolah yang menyedihkan namun juga kualitas mengajar guru yang sangat memprihatinkan. Fenomena seperti ini dapat dibayangkan, jika mengingat besaran subsidi dan kemampuan pemerintah untuk bertahan memberikan subsidi pembangunan kepada sekolah-sekolah negeri.

BAB III

PEMBAHASAN

I. Memahami Globalisasi dan Dampak Globalisasi terhadap Dunia Pendidikan

Tiap negara memiliki strategi dalam menghadapi globalisasi sehingga dampak integrasi dan globalisasi beragam. Posisi sebuah negara bisa diketahui dalam indeks globalisasi yang diukur dengan beberapa indikator, seperti konektivitas global, integrasi, dan ketergantungan pada ruang ekonomi, sosial, dan ekologi.

Ada lima kategori pengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas.

  1. Globalisasi sebagai internasionalisasi

Dengan pemahaman ini, globalisasi dipandang sekedar ‘sebuah kata sifat (adjective) untuk menggambarkan hubungan antar-batas dari berbagai negara.

2. Globalisasi sebagai liberalisasi

Dalam pengertian ini, ‘globalisasi’ merujuk pada sebuah proses penghapusan hambatan-hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antar negara untuk menciptakan sebuah ekonomi dunia yang ‘terbuka’ dan ‘tanpa-batas.’

3. Globalisasi sebagai universalisasi

Dalam konsep ini, kata ‘global’ digunakan dengan pemahaman bahwa proses ‘mendunia’ dan ‘globalisasi’ merupakan proses penyebaran berbagai obyek dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia. Contoh klasik dari konsep ini adalah penyebaran teknologi komputer, televisi, internet, dll.

4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi

(lebih dalam bentuk yang Americanised) ‘Globalisasi’ dalam konteks ini dipahami sebagai sebuah dinamika, di mana struktur-struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme, industrialisme, birokratisme, dsb.) disebarkan ke seluruh penjuru dunia, yang dalam prosesnya cenderung merusak budaya setempat yang telah mapan serta merampas hak self-determination rakyat setempat.

5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial

(atau sebagai persebaran supra-teritorialitas) ‘Globalisasi’ mendorong ‘rekonfigurasi geografis, sehingga ruang-sosial tidak lagi semata dipetakan dengan kawasan teritorial, jarak teritorial, dan batas-batas teritorial.’ A. Giddens (1990) mendefinisikan globalisasi sebagai ‘intensifikasi hubungan sosial global yang menghubungkan komunitas lokal sedemikian rupa sehingga peristiwa yang terjadi di kawasan yang jauh dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di suatu tempat yang jauh pula, dan sebaliknya.’

Dalam dunia pendidikan, globalisasi membawa banyak dampak dan efek. Dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan paling tidak terlihat dalam 3 perubahan mendasar dalam dunia pendidikan.Pertama, dalam perspektif neo-liberalisme, globalisasi menjadikan pendidikan sebagai komoditas dan komersil. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara kontinyu.Tuntutan pasar ini mendorong perubahan dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk penyesuaian program studi, kurikulum, manajemen, dll. Komersialisasi pendidikan juga memacu privatisasi lembaga-lembaga pendidikan.Kedua, globalisasi mempengaruhi kontrol pendidikan oleh negara. Sepintas terlihat bahwa pemerintah masih mengontrol sistem pendidikan di suatu negara dengan cara intervensi langsung berupa pembuatan kebijakan dan payung legalitas. Tetapi tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global seperti IMF dan World Bank yang membuat dunia politik dan pembuat kebijakan cenderung market-driven.Ketiga, globalisasi mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaataan teknologi baru seperti komputer dan internet telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Disamping membantu akselerasi arus pertukaran informasi, teknologi tersebut telah ikut mendorong berjamurnya system pendidikan jarak-jauh. Di sini terlihat fenomena delokalisasi, di mana orang-orang belajar dalam suasana yang sangat individual dan menghalanginya untuk berinteraksi dengan tetangga atau orang-orang di sekitarnya.

Meskipun dipandang dari sudut yang berbeda, kita bisa membuat sebuah generalisasi bahwa kata kunci dari globalisasi adalah: kompetisi. Kalau sudah menyangkut kompetisi, maka kita mesti memperhatikan salah satu faktor penentu dalam kompetisi yaitu ketangguhan sumber daya manusia (SDM) yang merupakan output dari pendidikan. Oleh karena itu, relevansi antara pendidikan nasional dengan globalisasi tidak saja dalam aspek dampak tetapi juga dalam segi tantangan. Artinya, globalisasi adalah sebagai sebuah proses yang tidak bisa diputar mundur dan terus bergulir yang menantang dunia pendidikan kita.

II. Siapkah Dunia Pendidikan Indonesia Menghadapi Globalisasi?

Sebelum kita menjawab apakah dunia pendidikan kita siap menghadapi globalisasi, kita perlu bertanya apakah Indonesia sudah siap menghadapi globalisasi. Dalam summit APEC di Bogor tahun 1994, Indonesia dengan berani menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan menyatakan: “Siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut globalisasi karena sudah berada di dalamnya”.

Banyak pengamat menilai bahwa pada waktu itu Indonesia menyatakan ‘siap’

dalam globalisasi kurang didasarkan pada asumsi yang realistis. Dalam menilai kesiapan dunia pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi ada baiknya kita mengukur posisi Indonesia dengan indikator-indikator—terlepas dari metodologi yang dipakai oleh pembuat survei—yang dianggap cukup relevan, yaitu: tingkat kompetisi Indonesia di dunia global (global competitiveness), indeks persepsi korupsi (corruption perception index), dan indeks pengembangan SDM (human development index).

Menurut indikator pertama, dalam tingkat kompetisi global tahun 2002, Indonesia berada pada posisi ke-72 dari 115 negara yang disurvei. Indonesia berada di bawah India yang menempati posisi ke-56, Vietnam pada posisi ke-60, dan Filipina pada posisi ke-66. Meskipun konfigurasi yang dibuat oleh Global Economic Forum ini lebih merupakan kuantifikasi dari aspek ekonomi dan bersifat relatif, tetapi secara umum prestasi tersebut juga merefleksikan kualitas dunia pendidikan kita. Dari sudut persepsi publik terhadap korupsi tahun 2002, hasil survei yang dilakukan oleh Transparency International dan Universitas Göttingen menempatkan Indonesia pada urutan ke-122. Indonesia berada di bawah India yang menempati posisi ke-83, Filipina pada posisi ke- 92, dan Vietnam pada posisi ke-100.

Mengingat sikap dan watak merupakan hasil pembinaan pendidikan, dunia pendidikan kita bisa dianggap ‘liable’ terhadap perilaku korup. Implikasi indikator ini terhadap dunia pendidikan kita secara umum ialah proses pendidikan kita belum mampu—secara signifikan—menghasilkan lulusan yang bersih, jujur dan amanah. Sedangkan menurut indikator pengembangan SDM tahun 2002, Indonesia menempati posisi ke-112 dari 174 negara.

Data tersebut menempatkan Indonesia di bawah Filipina yang berada pada posisi ke-85, China pada urutan ke-104, dan Vietnam pada posisi ke-109. Jika dari segi ekonomi kita—diakui secara jujur—belum siap bersaing, apalagi dalam dunia pendidikan secara umum. Salah satu bukti ketidaksiapan SDM kita bersaing secara global adalah level jabatan TKI kita di luar negeri rata-rata pekerja kasar, hanya sebagian kecil sebagai pekerja profesional, dan lebih sedikit lagi pada level pimpinan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan TKA (expatriates) yang bekerja di Indonesia yang mayoria menempati level profesional dan pimpinan.

III. Kondisi dan Kendala Kontemporer Dunia Pendidikan Indonesia

Berbicara masalah pendidikan di Indonesia adalah membahas hal yang sangat luas, dinamis, fluktuatif dan relatif. Oleh karena itu, kita hanya bisa mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia ‘gagal’ secara kategoris. Sebenarnya pendidikan Indonesia telah banyak menghasilkan tokoh-tokoh nasional dan output yang brilyan dan kompetitif dari masa ke masa. Kalau digeneralisasi bahwa dunia pendidikan kita sudah gagal, maka Republik ini sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya adalah menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang Sekolah Menengah yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU (sekarang kembali ke istilah Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau SMU ‘plus.’

Dari studi Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Depdiknas terhadap 12 SMU yang dinilai berprestasi yang tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, prestasi yang dicapai oleh sekolah berprestasi ini cukup melegakan. Indikator pertama, NEM SMU berprestasi setiap tahunnya berada pada peringkat 1, 2, atau 3 di tingkat propinsi lokasi sekolah bersangkutan. NEM terentang dari 47,99 sampai 64,27. Sekitar 81,2% rata-rata NEM siswa SLTP (sekarang kembali ke istilah Sekolah Menengah Pertama atau SMP) yang diterima di SMU berprestasi adalah 6,5 keatas. Kedua, sebagian besar guru SMU berprestasi memiliki pendidikan S1, hanya beberapa SMU yang memiliki beberapa guru jenjang S2, Sarjana Muda atau D3, bahkan SMU. Ketiga, kebanyakan SMU berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik, yakni tanah yang cukup luas, tempat parkir, lapangan olah raga, tempat bermain atau jenis kegiatan lainnya, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, alat bantu pelajaran Fisika, Biologi, Matematika serta berbagai peralatan elektronik seperti video, TV, tape-recorder, sound system dalam lab bahasa, perangkat komputer sebagai media belajar. Keempat, seluruh guru SMU berprestasi menyusun satuan pelajaran. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi: intra dan ekstra kurikuler. Guru umumnya menyampaikan materi dengan metode yang bervariasi meliputi: ceramah, tanya-jawab, diskusi, simulasi, resitasi, tugas membaca di perpustakaan, praktikum di laboratorium, dan pemanfaatan media belajar lainnya.

BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Sejalan dengan pembahasan yang secara panjang lebar dipaparkan dalam bab II, maka penulisan ini mempunyai simpulan sebagai berikut :

1. Memahami globalisasi dengan melihat lima kategori pengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam literatur.Kelima kategori definisi tersebut berkaitan satu sama lain dan kadangkala saling tumpang-tindih, namun masing-masing mengandung unsur yang khas.

1) Globalisasi sebagai internasionalisasi

2) Globalisasi sebagai liberalisasi

3) Globalisasi sebagai universalisasi

4) Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi

5) Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial

Dan dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan terlihat dalam 3 perubahan mendasar dalam dunia pendidikan Pertama, dalam perspektif neo-liberalisme, globalisasi menjadikan pendidikan sebagai komoditas dan komersil. Kedua, globalisasi mempengaruhi kontrol pendidikan oleh negara. Ketiga, globalisasi mendorong delokalisasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan.

  1. Pendidikan Indonesia menghadapi globalisasi belum siap karena Indonesia menempati posisi ke-112 dari 174 negara. Salah satu bukti ketidaksiapan SDM kita bersaing secara global adalah level jabatan TKI kita di luar negeri rata-rata pekerja kasar, hanya sebagian kecil sebagai pekerja profesional, dan lebih sedikit lagi pada level pimpinan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan TKA (expatriates) yang bekerja di Indonesia yang mayoria menempati level profesional dan pimpinan.

3. Kondisi dan kendala kontemporer dunia pendidikan Indonesia sudah gagal, maka Republik ini sudah lama bubar. Salah satu contoh keberhasilan pendidikan kita misalnya adalah menjamurnya sekolah-sekolah yang ‘berprestasi’ khususnya pada jenjang Sekolah Menengah yang dalam periode 1996-1997 sering dikenal sebagai SMU (sekarang kembali ke istilah Sekolah Menengah Atas atau SMA) ‘unggulan’ atau SMU ‘plus.’

Dari studi Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Depdiknas terhadap 12 SMU yang dinilai berprestasi yang tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, prestasi yang dicapai oleh sekolah berprestasi ini cukup melegakan. Indikator pertama, NEM SMU berprestasi setiap tahunnya berada pada peringkat 1, 2, atau 3 di tingkat propinsi lokasi sekolah bersangkutan. Kedua, sebagian besar guru SMU berprestasi memiliki pendidikan S1, hanya beberapa SMU yang memiliki beberapa guru jenjang S2, Sarjana Muda atau D3, bahkan SMU. Ketiga, kebanyakan SMU berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik. Keempat, seluruh guru SMU berprestasi menyusun satuan pelajaran.

  1. Saran

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sebagus apa pun konsep perubahan kurikulum, tanpa diimbangi dengan optimalnya peran stakeholder pendidikan, hal itu tidak akan banyak membawa dampak positif bagi kemajuan peradaban bangsa. Sudah terlalu lama bangsa ini merindukan lahirnya generasi bangsa yang “utuh dan paripurna”; berimtaq tinggi, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hanya potret generasi semacam ini yang akan mampu membawa bangsa ini sanggup bersaing di tengah kancah peradaban global yang demikian kompetitif secara arif, matang, dan dewasa. Nah, akankah perubahan kurikulum di awal tahun ajaran ini mampu menjadi momentum bangkitnya kemajuan dunia pendidikan di negeri kita.

DAFTAR PUSTAKA

Kompas.2007.”Strategi Menghadapi Globalisasi”.Edisi 29 Oktober 2007.

Kompas.2007.”Menjadi Indonesia dangan Bahasa Inggris”.Edisi 5 November 2007.

Kompas.2007.”Melawan Dominasi Bahasa Inggris, Mungkinkah?”.Edisi 5 Novembar 2007.

James Tooley, PhD.2005.Dapatkah Globalisasi Pendidikan Menguntungkan si Miskin?. Inggris:Friedrich Naumann Stiftung – Indonesia (edisi Indonesia).

Anonim.2007.”Globalisasi dan Pendidikan”.( http://www.kedai-kebebasan.org/publikasi/papers/article.php?id=92/, 30 November 2007).

Nopriadi.2007.” Proses Integrasi Umat Manusia dalam Arus Kapitalisme Global”. (http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=367&Itemid=47, 30 November 2007).

PERKEMBANGAN LINGUISTIK DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Linguistik dewasa ini berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kian banyaknya teori dan penelitian yang telah dihasilkan serta munculnya bermacam gerakan dan aliran.

Perkembangan teori-teori tersebut merata pada pelbagai cabang-cabang linguistik, seperti pada fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, juga pragmatik. Bukan itu saja, penelitian-penelitian yang dilahirkan dari perkembangan teori tersebut pula semarak dan tumbuh bak jamur di musim hujan. Perkembangan teori dan makin banyaknya penelitian yang dihasilkan itu tidak terlepas dari gerakan dan aliran yang memayungi dan menyemarakkan dunia linguistik. Untuk mendapatkan pengertian dari fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, juga pragmatik berikut ini akan dijelaskan perbedaannya.

Istilah linguistik dapat dipahami secara luas dan sempit. Dalam pengertian luas, konsep ini menjangkau segala sesuatu yang membicarakan bahasa, apapun pendekatan dan tujuannya. Dalam pengertian sempit, linguistik hanya mencakup karya penelitian dan teoretis saja. Penggunaan pengertian luas dan sempit itu untuk memudahkan wacana ilmiah karena yang namanya keilmiahan itu adalah konsep berjenjang. Karya Raja Ali Haji (1856) bisa digolongkan sebagai karya linguistik ilmiah karena merupakan prestasi kebahasaan pada zamannya meskipun karya pedagogis. Justru kita akan membuat kesalahan sangat fatal jika meremehkan dan mengatakan karya itu sebagai karya tidak ilmiah.

Dalam perkembangan teori linguistik di Indonesia bidang yang paling banyak diminati adalah gramatik, khususnya sintaksis. Hal itu disebabkan karena kajian linguistik Indonesia tumbuh dari perhatian pada pemakaian bahasa khususnya tata bahasa (gramatika pedagogis). Kalau linguistik Eropa lahir dari filsafat, linguistik India dan Arab lahir dari Agama, maka linguistik Indonesia lahir dari pengajaran bahasa (lihat Kridalaksana, 1995).

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka dapat ditemukan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini:

  1. Penghasilan bunyi bahasa dibuat mengikut sistem tertenu. Sistem ini wujud pada peringkat fonologi, morfologi, dan sintaksis

  1. Bahasa melambangkan sesuatu objek atau mendukung konsep tertentu. Semua lambang mestilah bermakna

  1. Hubungan lambang dengan benda atau konsep akan mewujudkan tanda linguistik

  1. Hubungan antara lambang dengan benda/perkara/peristiwa merupakan sesuatu yang kompleks, dan bergantung pada:

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah di atas, maka dapat dipaparkan mengenai tujuan penulisan malakah ini:

®Penghasilan bunyi bahasa dibuat mengikut sistem tertenu. Sistem ini wujud pada peringkat fonologi, morfologi, dan sintaksis

®Bahasa melambangkan sesuatu objek atau mendukung konsep tertentu. Semua lambang mestilah bermakna

®Hubungan lambang dengan benda atau konsep akan mewujudkan tanda linguistik

®Hubungan antara lambang dengan benda/perkara/peristiwa merupakan sesuatu yang kompleks, dan bergantung pada:

BAB II

ISI

A. Landasan Teori

Teori Linguistik di Indonesia

Teori linguistik di Indonesia banyak dipengaruhi oleh linguistik Barat (Eropa-Amerika) karena dari sanalah para linguis banyak belajar tentang linguistik. Secara umum, perkembangan linguistik di Indonesia dapat dibagi ke dalam bebera periode berikut ini.
1. …sampai 1940
Sampai akhir abad 19 yang disebut tata bahasa adalah kelas kata sehingga buku-buku tata bahasa banyak mengulas tentang hal tersebut. Hal itu karena banyak mendapat pengaruh tata bahasa tradisional model Yunani dan Latin. Beberapa buku tata bahasa tertua tentang bahasa melayu antara lain:
a. Grondt of te Kort Bericht van de Maleysche Tale, Vervat in Twee Deelen: Her Eerste handelende van de Letters ende haren aenhanh. Het andere van de deelen eener Redene (1653) karya Joannes Roman. Buku ini digunakan sebagai sarana misionaris Kristen melalui penerjemahan Injil.
b. Bustanulkatibin (1850) dan Kitab Pengetahuan Bahasa (1858/1929) karangan Raja Ali Haji, seorang sastrawan dan linguis asal Riau.
c. Kitab jang Menyatakan Djalan Bahasa Melajoe (1910) karya Koewatin Sasrasoeganda.
d. Maleische Spraakkunst (1915) karya Ch. A van Ophuysen. Buku ini mulai menggunakan pendekatan filologi.
e. Kitab ABC karangan Lim Kim Hok. Buku ini berisi tata bahasa Melayu Rendah yang pada saat itu merupakan lingua franca.
2. Tahun 40-an sampai 60-an
Pada periode ini karya-karya kebahasaan dapat dibagi atas tata bahasa pedagogis (digunakan untuk pengajaran bahasa Indonesia di sekolah) dan tata bahasa teoretis. Contoh karya-karya pedagogis adalah:
a. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1949-1950) karya STA yang banyak berpengaruh pada pengajaran bahasa Indonesia.
b. Tata Bahasa Indonesia (1951) karya C.A. Mees.
c. Djalan bahasa Indonesia (1942) karya Sutan M. Zain.
Penelitian yang bersifat ilmiah dan teoretis belum berkembang pesat pada periode ini namun beberapa buku berusaha mengungkap sisi lain bahasa Indonesia secara ilmiah, misalnya:
a. Mencari Sendi Baru Tata Bahasa Indonesia (1950) karya Armin Pane. Karya ini menekankan aspek bunyi.
b. Inleiding tot de Studie van de Indonesische Syntaxis (1951) yang diterjemahkan menjadi Pengantar Sintaksis Bahasa Indonesia. Buku karya Fokker ini mendapat pengaruh aliran Praha.
c. Kaidah Bahasa Indonesia (1956-1957) karya Slametmuljana ini bersifat generatif.
3. Tahun 60-an sampai 70-an
Periode ini menandai dimulainya kajian-kajian empiris tentang bahasa Indonesia maupun bahasa-bahasa lain. Contoh karya-karya yang muncul antara lain:
a. artikel tentang fonologi bahasa Jawa dan sistem fonem dan ejaan (1960) oleh Samsuri.
b. Artikel tentang morfem-morfem produktif (1960) oleh TW. Kamil dan Sugeng Sikarso.
c. Artikel tentang IC Analysis (1964) dan kata majemuk (1965) dengan menggunakan model IA oleh Ramlan.
Ciri-ciri penelitian pada saat itu adalah:
- dipengaruhi gerakan deskriptivisme
- menganut aliran Neo-Bloomfieldian dan bersifat behavioristik
- ketat dalam metodologi
- bahasa lisan menjadi objek utama.
4. Tahun 70-an sampai 80-an
Antara tahun tersebut teori linguistik Indonesia ditandai penerapan teori aliran Leiden, dan teori TG. Penelitian linguistik mulai berkembang dan banyak mendapat pengaruh dari aliran-aliran tersebut. Para sarjana yang mencoba menerapkan teori deskriptif Leiden antara lain Muhajir, Badudu, Ayatrohaedi, dan Tarigan.
Para sarjana yang mendapat beasiswa Ford Foundation juga mulai menerapkan teori TG, mislanya Samsuri (yang sebelumnya beraliran Neo-Bloomfieldian) beralih ke TG. Salah satu karyanya Tata Kalimat Bahasa Indonesia (1985). Ada juga sarjana yang melakukan penelitian bersifat fungsionalistis, misalnya Sudaryanto, dalam karyanya Predikat-Obyek dalam Bahasa Indonesia (1979).
Hal baru yang diperkenalkan dalam sistem bahasa Indonesia adalah mengenai wacana sebagai satuan terbesar dalam hierarki gramatikal. Konsep ini diperkenalkan Kridalaksana (1970 dan 1978).
5. Tahun 80-an sampai 90-an
Pada periode ini perkembangan teori linguistik merupakan sintesis atas teori-teori yang ada. Penelitian dalam bidang pragmatik mulai mendapat tempat cukup penting dalam penelitian linguistik Indonesia. Selain itu, Kridalaksana mengupayakan dibangunnya sebuah teori sintaksis yang merupakan sebuah sintesis dengan dipengaruhi oleh gerakan fungsionalisme. Selain hal itu, beberapa kegiatan ilmiah, seminar, lokakarya, dan semacamnya diselenggarakan guna mendorong perkembangan linguistik di Indonesia.
Kemajuan yang dicapai sepanjang sejarah linguistik Indonesia dalam beberapa bidang kajiannya antara lain:
1. Bidang fonologi
a. masuknya konsep fonem (tahun 70-an)
b. masuknya wawasan tentang unsur suprasegmental oleh Amran Halim, Intonasi (1969), dan Hans Lapoliwa (1981) dengan fonologi generatifnya.
c. Usaha memahami lafal bahasa Indonesia oleh Joko Kencono (1983).
2. Bidang morfologi
a. masuknya konsep morfem (tahun 60-an)
b. pemakaian Model IA
c. penggunaan Model IP
3. Bidang Sintaksis
a. pengenalan konsep hierarki gramatikal dalam linguistik Indonesia.
b. Pengenalan konsep frasa menggunakan teori Hockett (aliran Neo-Bloomfieldian) oleh Ramlan (1964)
c. Pengenalan teori tagmemik oleh Kridalaksana (70-an)
d. Sudaryanto (1979) mempertajam konsep klausa.
4. Bidang leksikografi
Muncul seorang pelopor leksikografi modern Indonesia, yaitu W.J.S. Poerwadarminta. Kamusnya yang terkenal adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952). Selain itu ia juga menaruh perhatian pada bahasa Jawa dan Jawa Kuno.
Perkembangan linguistik malahan semakin meriah pada tahun 2000 hingga sekarang ini dengan munculnya beragam bidang dan pendekatan kajian linguistik yang dilakukan di pelbagai universitas di Indonesia. Ada juga kecendrungan beberapa tahun terakhir penelitian linguistik berorientasi pada eksplorasi bidang pragmatik bahasa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari seringnya muncul tulisan-tulisan (jurnal, makalah, artikel, tesis, atau disertasi) yang menggali secara khusus pragmatik bahasa Indonesia. Saya menduga-duga barangkali ini karena dipicu oleh kolom bahasa Indonesia di harian Media Indonesia yang diasuh oleh Rahardi yang banyak menjawab permasalahan pragmatik. Namun, untuk mengetahui perkembangan mutakhir linguistik Indonesia saat ini diperlukan survei lagi yang lebih mendalam.

B. Pembahasan

Cakupan dan Kemaknawian Ilmu Bahasa

Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini.

1. Fonetik

Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.

Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.

2. Fonologi

Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.

3. Morfologi

Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -­en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -­en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.

4. Sintaksis

Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

5. Semantik

Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.

6. Pengajaran Bahasa

Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.

Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang bersifat akademik.

Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.

7. Leksikografi

Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.

Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.

Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.

TANDA LINGUISTIK

ØFerdinand de Saussure yang dikenali sebagai bapak linguistik modern telah memperincikan hubungan antara lambang dengan benda. Hubungan tersebut telah menghasilkan tanda linguistik. Konsep ini dijelaskan seperti yang berikut:

Gambaran Akustik + Konsep Tanda Linguistik

(bunyi)

Hubungan antara lambang dengan benda/perkara/peristiwa yang dilambangkan itu amat rumit dan kompleks, dan bergantung pula pada latar sosiobudaya, hubungan situasi, hubungan lingkungan, hubungan waktu, hubungan tempat, hubungan tanggapan indera dan hubungan pelbagai situasi.

  1. LATAR SOSIOBUDAYA

®Asosiasi antara lambang dengan benda yang konkrit lebih mudah difahami dan dianalisis. Misalnya kata kertas dan rumah. Walaupun kedua-dua kata ini boleh didefinisikan dengan jelas, namun masih wujud kesamarannya.

®Kata rumah mungkin bermaksud rumah banglo, rumah beratap rumbia, rumah beratap genting, rumah teres dua tingkat, dan sebagainya, bergantung pada persepsi dan pengalaman seseorang tentang tempat tinggal.

®Jika kata konkrit masih terdapat masalah tafsiran, apa lagi kata yang mujarad sifatnya, seperti kata cinta, kasih, sayang, rindu. Hubungan antara lambang dengan perasaan itu tentulah lebih kompleks dan rumit untuk dijelaskan. Jika ada seratus orang sedang bercinta, maka terdapat seratus pengertian tentang cinta.

  1. HUBUNGAN SITUASI

®Hubungan situasi bermaksud makna sesuatu bentuk bahasa itu merupakan situasi yang berhubungan dengan bentuk bahasa itu. Setiap kata sama ada konkrit atau mujarad mempunyai sekumpulan kata lain yang berada dalam lingkungan yang sama. Keadaan ini dinamakan medan makna.

®Setiap kata lain itu akan membantu memperjelas konsep atau makna kata itu bergantung pada elemen dalam budaya masyarakat bahasa.

Universiti: institusi pengajian tinggi, pelajar, pendidikan, pengajaran, kuliah, makmal, tutorial, latihan praktik, buku, profesor, profesor madya, pensyarah, tutor, guru, dekan, ketua jabatan, mahasiswa, penyelidikan, kajian, kampus…

Istana: raja, permaisuri, balairong seri, putera, puteri, bendahara, santap, bersiram, dayang, laksamana, temenggung

  1. HUBUNGAN LINGKUNGAN

®Hubungan lingkungan bermaksud perkataan yang terlingkung dalam suatu kawasan akan berobah maknanya, jika digunakan dalam lingkungan yang lain.

®Mungkin terdapat lebih daripada satu makna pada satu nama atau terdapat satu atau lebih nama pada satu makna, atau terdapat lebih daripada satu nama dan satu makna.

layar: kain penampung angin, kain tebal, tirai, penutup jendela/langsir, kain tempat tayangan filem…

operasi: bedah, bedel atau belah, taktik dalam pembasmian jenayah, taktik perang, tindakan ekonomi, dan perjalanan (alat, pesawat, jentera)…

Pokok: tema permasalahan, awan hujan, pohon…

gila: lingkungan marah, gurauan, tidak sihat atau tidak waras, terlalu gemar…

  1. HUBUNGAN WAKTU

* Hubungan waktu bermaksud peristiwa tertentu dapat mewujudkan kata tertentu yang dianggap bersejarah oleh sesebuah masyarakat, tetapi tidak bermakna dalam masyarakat yang lain:

1928: Sumpah Pemuda di Indonesia

1942: penaklukan Jepun di Tanah Melayu

1957: kemerdekaan Tanah Melayu

1969: rusuhan kaum yang sukar dilupakan

Hubungan waktu juga menyebabkan perubahan dalam penggunaan kata: putera/puteri, tuan/puan, pria/wanita, lelaki/perempuan, kuli/pekerja/buruh, jaga/pengawal, bahasa Melayu/bahasa Malaysia, kaum ibu/kaum wanita, tetuang udara/radio, sepatu/kasut, balang/botol, kendi/cerek, kancing/butang…

Contoh di atas menunjukkan bahawa bahasa mempunyai hubungan waktu sama ada dari aspek peristiwa, perkataan atau benda, dan waktu memainkan peranan penting dalam perubahan bahasa.

  1. HUBUNGAN TEMPAT

ØHubungan tempat ditandai oleh kewujudan perkataan tertentu mengikut situasi tempat yang difahami oleh masyarakat berkenaan. Benda yang sama mungkin berbeda namanya di tempat yang berlainan:

burung ketitir di Kelantan / burung merbuk di Perak, Burung wak- wak di Perak / burung kuak-kuak di Pahang, ikan kayu di Perak / ikan tongkol di Terengganu, ikan sardin / ikan tuna

ØNama benda yang berasal dari tempat asalnya:

kucing siam/ikan sepat siam dari Thailand,ayam goreng kentucky dari Kentucky di USA, burung kenari dari pulau Kanari di Afrika,

magnet dari tempat Magnesia, bikini dari pulau Pasifik Barat

ØTerdapat juga nama benda atau peristiwa yang berasal daripada penciptanya: boikot, sandwic, oskar, valentine

ØNama tempat seperti Tanjung Rambutan dan Pudu dilabelkan dengan makna yang negatif sifatnya.Kata kencing dan berak diasosiasikan dengan jijik dan kotor, sedangkan kata buang air kecil atau buang air besar diasosiasikan dengan tempat yang bersih dan selamat.

  1. HUBUNGAN TANGGAPAN PANCAINDERA

ØHubungan tanggapan pancaindera bermaksud hubungan apa-apa yang diterima oleh pancaindera, gambaran dalam hati, dan cerapan. Pancaindera ialah deria yang lima, iaitu lidah, hidung, telinga, mata dan tangan.

Ø Tanggapan pancaindera yang berbeda akan mengubah makna perkataan:

sifat bunyi merdu dan nyaring, sifat warna terang dan gelap

kata manis dapat ditanggap oleh deria rasa, dengar dan lihat: manis rasanya, manis wajahnya, manis tutur katanya

perubahan tanggapan deria dalam kata pedas dan keruh: pedas masakannya, pedas tutur katanya, keruh wajahnya, keruh air di kolam itu.

  1. HUBUNGAN PELBAGAI SITUASI
  • PERIBAHASA

ØPeribahasa ialah ayat atau kelompok kata yang mempunyai susunan yang tetap, dan mengandung pengertian tertentu, tersirat atau tersurat. Peribahasa dapat dibahagikan kepada beberapa jenis, iaitu bidalan, pepatah, perumpamaan, simpulan bahasa, perbilangan dan lidah pendeta:

Hati: hati batu, jantung hati, buah hati, jatuh hati, mata hati, berat hati, hati ayam, hati berbulu, hati berlian, hati budi, hati nurani, busuk hati, makan hati, keras hati…

Kaki: kaki bukit, kaki botol, kaki bangku, kaki gaduh, kaki langit, kaki gajah, kaki judi, kaki perempuan, kaki angan, kaki belit, kaki ampu, kaki anggau, kaki bola, kaki lawan, kaki rambu, kaki seribu, kaki songlap, kaki tridur, kaki wayang, kaki pukul…

Rumah: rumah hantu, rumah ibu, rumah kilat, rumah kota, rumah syaitan, rumah piatu, rumah tak berdapur, rumah sudah pahat berbunyi, rumah makan, rumah tangga, rumah urut, rumah tutupan, rumah duka, rumah masa depan…

  • SINONIM

®Sinonim bermaksud dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama atau hampir sama dengan kata lain, iaitu kata seerti, tetapi mempunyai bentuk luar yang berbeda.

Bawa: gendong, kendong, galas, angkat, angkit, angkut, gonggong, bimbit, junjung, kandar, pikul, iring, tatang, usung…

Mati: mangkat, mampus, wafat, ajal, maut, korban, kojol, berhenti, hapus, hilang, lenyap, padam, pergi, punah, pupus, reda…

Cinta: angau, asmara, berahi, berkenan, cengkerama, gemar, kasih, sayang, setuju, sudi, syok, rindu, cita, menaruh hati, suka, semara, kama, hubah, hibat…

Curang: akal, bidaah, bohong, belot, culas, dusta, fraud, helah muslihat, pecah amanah, palsu, jenayah, khianat, olok-olok, perdaya, pura-pura, putar, pusing, seleweng, tipu…

  • HIPONIM

®Hiponim ialah kata yang maknanya terangkum dalam makna kata yang lebih luas, iaitu superordinatnya:

layar: - bubutan: layar dekat layar agung

- bulu ayam: layar pengimbang

- cucur: layar segi tiga

- dastor: layar kecil

- gap: layar canggah tiang kapal

- padau: layar ketika taufan

- pengapuh: layar terbawah

- penyorong: layar tiang belakang

- pucuk jala: layar di belakang jip

- sabang: layar tiang perahu kecil

- terbang: layar segi empat

- topang: layar tiang hadapan

  • ANTONIM

ØKata yang berlawanan maknanya dengan kata lain. Perkataan itu digunakan untuk menekankan maksud tertentu atau hanya hiasan ujaran. Ayat Budak ini pandai sungguh, jika bermaksud Budak ini bodoh benar, dapat dikatakan antonim, iaitu pengucapan yang bermaksud sebaliknya.

ØAntonim juga merupakan ciri semula jadi bahasa: besar / kecil, lebar / sempit, muda / tua, baru / lama, jaga / tidur, atas / bawah, bahagia / derita, tinggi / rendah, kawan / seteru, lelaki / perempuan…

ØSemua kata antonim berbeda mengikut konteks penggunaannya. Misalnya seluar panjang jauh lebih pendek jika dibandingkan dengan galah pendek, istana kecil jauh lebih besar daripada buku besar…

  • HOMONIM

ØHomonim ialah kata yang sama ejaan dan/atau lafaznya, tetapi mempunyai maksud yang berbeda kerana sumbernya berlainan. Homonim terbahagia dua, iaitu homograf (dari segi tulisan) dan homofon dari segi lisan

homograf: semak/semak, perang/perang, selak/selak

homofon: masakan/masakan, masa/massa

ØSemua ayat akan berbeda maksud jika dilafazkan mengikut intonasi tertentu:

Menurut ibu si anak perempuan yang datang malam kelmarin itu sedih

- Menurut ibu si anak perempuan yang datang malam kelmarin itu / sedih

- Menurut ibu / si anak perempuan yang datang malam kelmarin itu / sedih

- Menurut ibu si anak perempuan / yang datang malam kelmarin itu / sedih

- Menurut ibu si anak perempuan yang datang/ malam kelmarin itu / sedih

- Menurut ibu si anak / perempuan yang datang kelmarin itu / sedih

  • POLISEM

®Polisem ialah kata, frasa atau ayat yang mempunyai makna yang berbeda lebih daripada satu, tetapi berkaitan rapat antara satu sama lain mengikut konteks penggunaannya.

kepala: orang, jawatan, sarung, lutut, kereta api…

telur: burung, markah, benjol, idea…

bunga: ros, bank, telur, kertas…

bisa: dapat, boleh, racun…

Puteri raja yang rajin itu: - Yang rajin ialah puteri

- Yang rajin ialah raja

  • TERJEMAHAN

®Terjemahan bermaksud cara (gaya, kaedah) menterjemah. Terjemahan tepat bergantung pada corak pemikiran penterjemah terhadap bahasa sasaran, dan pengetahuan mendalam tentang bahasa sumber.

to take a sit: - bawa kerusi ke mana-mana

- sila duduk

to carry: - bawa, angkat, angkut, tanggung, kandar, ambil, kelek, bimbing, galas, pikul, heret, gendong, gonggong, junjung, iring, tatang, usung…

honey: - madu

honeymoon: - bulan madu

A. Kesimpulan

®Penghasilan bunyi bahasa dibuat mengikut sistem tertenu. Sistem ini wujud pada peringkat fonologi, morfologi, dan sintaksis

®Bahasa melambangkan sesuatu objek atau mendukung konsep tertentu. Semua lambang mestilah bermakna

®Hubungan lambang dengan benda atau konsep akan mewujudkan tanda linguistik

®Hubungan antara lambang dengan benda/perkara/peristiwa merupakan sesuatu yang kompleks, dan bergantung pada:

  1. latar sosiobudaya
  2. hubungan situasi
  3. hubungan lingkungan
  4. hubungan waktu
  5. hubungan tempat
  6. hubungan tanggapan pancaindera
  7. hubungan pelbagai situasi

Pustaka Acuan

Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.

Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.

Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.

Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.

Daftar Bacaan
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 1991. “Perkembangan Linguistik Dewasa Ini.” Atma nan Jaya, Tahun IV No. 2, Agustus.
Kridalaksana, Harimurti. 1995. “Teori Linguistik di Indonesia dalam Beberapa Dasawarsa Terakhir ini.” Atma nan Jaya, Tahun III. No. 1, April.
Suhardi, Basuki. 2005. “Tokoh-tokoh Linguistik Abad ke-20.” Dalam Pesona Bahasa Langkah Awal memahami Linguistik. (ed) Multamia Luder. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sutami, Hermina. 2001. Sintaksis Lanjutan. Diktat Mata Kuliah Sintaksis Program Magister Linguistik Pascasarjana Universitas Indonesia Depok.