Sajak Burung-Burung Kondor Ws Rendra
Angina gunung turun merembes ke hutan
Lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas
Dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau
Kemudian hatinya pilu
Melihat jejak-jejak sedih petani buruh
Yang terpacak di atas tanah gembur
Namun memberi kemakmuran bagi penduduknya
Para petani buruh bekerja
Berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela
Menanam bibit di tanah yang subur
Memanen hasil berlimpah dan makmur
Namun hidup mereka sendiri sengsara
Mereka memanen untuk tuan tanah
Yang mempunyai istana indah
Keringat mereka menjelma menjadi emas
Yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan
Para ahli ekonomi membentulkan letak dasi
Dan menjawab dengan mengirimkan kondom
Penderitaan mengalir
Dari parit-parit wajah rakyatku
Dari pagi sampai sore
Rakyat negeriku bergerak dengan lunglai
Menggapai-gapai
Menoleh ke kiri, menoleh ke kanan
Di dalam usaha tak menentu
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah
Dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai
Dan sukmanya berubah menjadi burung kondor
Beribu-ribu burung kondor
Berjuta-juta burung kondor
Bergerak menuju gunung tinggi
Dan di sana mendapat hiburan dari sepi
Karena hanya sepi
Mampu menghisap dendam dan sakit hati
Burung-burung kondor menjerit
Di dalam marah menjerit
Tersingkir ke tempat-tempat yang sepi
Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu
Mematuki batu-batu, mematuki udara
Dan di kota orang-orang siap menembaknya
Kritik sastra melalui pendekatan struktualisme.
Pendekatan struktualisme adalah pendekatan yang melihat dari unsur struktur atau susunan puisi yang meliputi:
1. Tipografi
Ditinjau dari tipografinya puisi di atas mengandung sajak yang teratur tetapi dengan baris dan bait yang tidak sama.
Teratur di sini seperti terlihat pada penulisan sajak puisi dengan tiap baris yang mempunyai makna sendiri-sendiri.
2. Kata dan diksi
Pilihan kata mudah, jelas, yang familiar yaitu mudah dipahami seperti pada kehidupan sehari-hari seperti yang terkutip pada baris.
“para petani buruh bekerja”
Akan tetapi, ada yang berkonotasi yang perlu pemahaman yang tinggi untuk memahami tiap kata pada puisi tersebut seperti yang tercermin pada baris
“ dan menjawab dengan mengirimkan kondom”
3. Bahasa kiasan dan bahasa retorik
a. Metafora yaitu bahasa kiasan dengan menggunakan unsure pembanding dan yang dibandingkan tanpa menggunakan kata pembanding.
Misal pada baris:
“Keringat mereka menjelma menjadi emas”
“Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah”
b. Personifikasi yaitu bahasa kiasan yang memberi sifat benda hidup kepada benda mati:
Misal:
“Dari parit-parit wajah rakyatku”
Dalam hal ini parit adalah benda mati sedangkan wajah adalah sesuatu yang dimiliki oleh benda hidup.
c. Metonimia yaitu kiasan pengganti nama.
Misal:
“Yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa”
d. Repetisi yaitu pengulangan yang digunakan untuk memberi kesan penegasan atau menarik perhatian pembaca.
Misal:
“Beribu-ribu burung kondor”
“Berjuta-juta burung kondor”
e. Hiperbola yaitu bahasa retorik yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan.
Misal:
“Mampu menghisap dendam dan sakit hati”
4. Rima, aliterasi, dan asonansi
Rima adalah persamaan bunyi akhir kata. Rima terdapat pada antar baris dalam satu bait. Rima terdiri rima awal, rima tengah, dan rima akhir.
Aliterasi adalah persamaan bunyi konsonan pada satu baris puisi
Asonansi adalah persamaan bunyi vocal pada satu baris
Misal:
“Beribu-ribu burung kondor” dengan aliterasi konsonan r
“Berjuta-juta burung kondor” dan asonansi vocal o
“Burung-burung kondor menjerit” dengan aliterasi konsonan t
“Di dalam marah menjerit” dan asonansi vocal i
5. Tema dan amanat
Suatu puisi mengandung suatu pokok persoalan yang hendak dikemukakannya. Tidak ada sanjak yang tidak mempunyai sesuatu yang hendak dikemukakannya. Walaupun tidak jarang penyair menutup-nutupi atau manyelubungi maksud ciptaannya, hingga pembaca harus bekerja keras untuk menafsirkannya. Setelah membaca sanjak di atas dengan baik-baik dapat dipetik kesimpulan bahwa temanya ialah penderitaan rakyat yang tertindas oleh penguasa.
Adapun pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca adalah bahwa seorang pemimpin atau penguasa haruslah bijaksana.
6. Makna puisi
Dalam puisi di atas disebutkan bahwa tanah Indonesia itu subur tetapi petaninya sengsara padahal seharusnya petani dapat hidup enak tetapi dengan ketidakadilan penguasa yang semena-mena dalam membagikan pendapatan atau bagihasil yang tidak merata para petani hidupnya susah.
Kita Luka Wowok Hesti P
Di dadamu matahari terbit tenggelam sepanjang hari
Memanasi dapur. Kibaran dasi menusuk hati
Pabrik-pabrik tak berhati. Hari ini yang tertembak
Senapan phk antre. Sama panjang pencari kerja
Belati di pabrik tak milik kita lagi. Tajamnya
Tlah tergadaikan. Kami tak boleh miliki belati lain
Seperti nyamuk dituduh mengganggu dan ditangkapi
Luka rebut dalam dasa. Rumput-rumput ditindih debu
Burung pingsan teronggok got. Bulu indahnya berpelangi
Bau napasnya limbah. Di Tangerang ini aku njelma jadi batu
Tronggok di got-got. Bersama rumput
Dijajah debu saat dasi berkibar lalu
Ketika batu tak lagi diam ia juga dijaga ketat
Seperti penjahat perang. Aku memilih pecah meski dapurku
Berantakan. Yang putih telah dihitamkan hitam diputihkan
Kantor-kantor mengobral angina surga. Tak pernah berbunga
Aku masih teronggok di got pabrik lain. Kau sedang apa Narti?
Diperiksa atau diawasi satpam?
Atau tanganmu masih luka saat tergencet mould? Oh aku sungguh
Ingin membalutnya meski aku sendiri luka
Kemarin aku lihat tanganmu terkepal luka di layar kaca
Apakah kau juga membaca koran saat aku pecah? Barangkali
Kita harus menggenggam matahari bersama-sama
Agar nurani terjaga!
Kritik sastra melalui pendekatan struktualisme.
Pendekatan struktualisme adalah pendekatan yang melihat dari unsur struktur atau susunan puisi yang meliputi:
1. Tipografi
Ditinjau dari tipografinya puisi di atas mengandung sajak yang tidak teratur yaitu tidak ada rima, kata-kata disusun secara acak. Pemberian tanda titik di tengah-tengah baris yang sebetulnya itu mengganggu pembaca untuk membaca dan memahami isi puisi yang ingin disampaikan oleh penyair.
Misal:
Di dadamu matahari terbit tenggelam sepanjang hari
Memanasi dapur. Kibaran dasi menusuk hati
Pabrik-pabrik tak berhati. Hari ini yang tertembak
2. Kata dan diksi
Pilihan kata sulit dipahami karena menggunakan kata-kata yang berkonotasi yang perlu pemahaman yang tinggi untuk memahami tiap kata pada puisi tersebut seperti yang tercermin pada baris
“Di dadamu matahari terbit tenggelam sepanjang hari memasak nasi”
“Kibaran dasi menusuk hati pabrik-pabrik tak berhati”
3. Bahasa kiasan dan bahasa retorik
a. Metafora yaitu bahasa kiasan dengan menggunakan unsure pembanding dan yang dibandingkan tanpa menggunakan kata pembanding.
Misal pada baris:
“bulu indahnya berpelangi”
“bau napasnya limbah”
b. Simile yaitu bahasa kiasan sebagai perbandingan antara pembanding dan yang dibandingkan menggunakan kata pembanding
Misal:
“Kami tak boleh miliki belati lain seperti nyamuk dituduh mengganggu dan ditangkapi”
c. Personifikasi yaitu bahasa kiasan yang memberi sifat benda hidup kepada benda mati:
Misal:
“pabrik-pabrik tak berhati”
Dalam hal ini pabrik adalah benda mati sedangkan hati adalah sesuatu yang dimiliki oleh benda bernyawa yaitu manusia atau binatang .
d. Metonimia yaitu kiasan pengganti nama.
Misal:
“Yang putih telah dihitamkan hitam diputihkan”
e. Hiperbola yaitu bahasa retorik yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan.
Misal:
“Kantor-kantor mengobral angina surga”
“Kita harus menggenggam matahari bersama-sama”
4. Tema dan amanat
Setelah membaca sanjak di atas dapat diambil kesimpulan bahwa temanya ialah penderitaan rakyat yang tertindas oleh penguasa.
Adapun pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca adalah bahwa seorang pemimpin atau penguasa haruslah bijaksana.
5. Makna puisi
Dalam puisi di atas disebutkan bahwa harapan setiap manusia khususnya para buruh yang ingin menyejahterakan keluarganya meskipun hanya untuk makan. Tetapi dengan datangnya krisis moneter para buruh terancam di phk juga adanya ketidakadilan dan ketidakjujuran. Meski sudah menyuarakan aspirasi tetapi tidak didengar hanya dijawab dengan mengobral janji palsu.
Pendekatan intertekstual pada kedua karya sastra di atas:
Pendekatan intertekstual adalah pendekatan terhadap dua karya sastra atau lebih yang memiliki keterkaitan hubungan tertentu. Misalnya menemukan hubungan unsur struktualisme meupun makna karya sastra.
Karya sastra yang dianalisis adalah dua karya sastra atau lebih dalam kurun waktu yang berbeda.
Dari kedua puisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya mempunyai kesamaan dalam tema dan amanat yaitu tentang penderitaan rakyat yang tertindas oleh penguasa den mengandung pesan supaya para penguasa agar lebih bijaksana dan mau mendengarkan aspirasi rakyat, jangan hanya mengobral janji palsu.
Meskipun demikian, keduanya berbeda angkatan. Hal ini dapat diketahui dari permasalahan yang dipaparkan. Pada pusi “Sajak Burung-Burung Kondor” karya WS Rendra adalah tentang para petani yang dijajah oleh bangsa Eropa seperti pada kutipan puisi di bawah ini:
“keringat mereka menjelma menjadi emas yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa”
Sedangkan pada puisi “Kita Luka” karya Wowok Esti P, mengangkat permasalahan tentang PHK yang semaraknya pada waktu krisis moneter sekitar tahun 1990an. Dapat dibuktikan pada kutipan puisi berikut ini:
“Hari ini yang tertembak senapan PHK antre”.
Demikian persamaan yang telah dipaparkan, selebihnya adalah perbedaan dalam hal tipografi, diksi, majas, dan rima yang digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar